Penuntasan RTRW Pengaruhi Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara

Sektor pertambangan hingga saat ini masih dihadapkan pada beberapa isu pemanfaatan ruang yang penting, seperti kerusakan dan pencemaran lingkungan serta masalah tumpang tindih lahan. Keberadaan potensi bahan tambang (mineral/batubara) dan minyak bumi yang berada di bawah permukaan tanah, mengakibatkan permasalahan tumpang tindih penggunaan lahan baik dengan kehutanan, pertanian maupun permukiman. Oleh karena itu, penuntasan RTRW akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan industri pertambangan mineral dan batubara.

Demikian disampaikan Direktur Penataan Ruang Wilayah I, Bahal Edison Naiborhu dalam Workshop Legal Aspect of Coal Mining Industry Pasca UU Minerba dan Penuntasan RTRW yang diselenggarakan oleh Indonesian Center for Business Law Studies (ICBLS), di Jakarta pekan lalu.

Edison menambahkan, untuk mendukung sektor pertambangan, di RTRWN sektor ini diwujudkan dalam bentuk Kawasan Peruntukan Pertambangan (KPP), Kawasan Andalan dengan sektor unggulan pertambangan serta Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam strategis yang membentuk pola ruang nasional. “Selanjutnya, penetapan arahan lokasi peruntukan pertambangan terdapat pada RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota,” imbuhnya.

Pendapat serupa dilontarkan pula oleh perwakilan dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Adang Perwira Kusuma. Adang menuturkan, penuntasan RTRW berperan penting dalam menciptakan iklim pertambangan mineral dan batubara yang kondusif. Apabila kawasan peruntukan pertambangan tidak dialokasikan dalam RTRW, maka konsekuensinya, kegiatan pertambangan terancam terhenti, sebagaimana dialami oleh Pertamina di Bekasi.

“Akan tetapi, masalahnya adalah para pengambil keputusan (policy makers) baik di pusat maupun di daerah sering tidak memahami bahwa di wilayahnya terdapat sumber daya tambang yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan nasional maupun daerah, sehingga perlu dimasukkan ke dalam RTRW,” tegas Adang.

Oleh karena itu, Adang menggarisbawahi bahwa untuk menjamin kepastian hukum, maka penentuan dan penetapan KPP adalah mutlak untuk dilakukan. Selain itu, seluruh potensi sumberdaya mineral dan energi harus dideliniasi sebagai KPP dalam RTRW.

Sumber daya mineral dan energi, umumnya terdapat di dalam bumi. Oleh karena itu kegiatan eksplorasi dapat dilakukan dimana saja, baik itu kawasan budi daya maupun lindung. Sedangkan konversi lahan untuk kegiatan pertambangan dapat dilakukan pada kawasan lindung atau budi daya dengan mempertimbangkan Cost and Benefit Analysis dan Risk and Benefit Analysis.

“Manakala Cost – Risk & Benefit Analysis telah selesai dilaksanakan, namun terkendala dengan undang-undang sektor, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN),” imbuhnya.

Terkait penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan ini, perwakilan dari Ditjen Planologi Kehutanan Bambang Mulyo menambahkan, kegiatan pertambangan ini hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan hutan lindung, dengan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.

“Pada hutan produksi, dapat dilakukan penambangan terbuka dan bawah tanah. Sedangkan pada hutan lindung hanya diperbolehkan pertambangan bawah tanah dengan ketentuan tidak mengakibatkan turunnya permukaan tanah, berubahnya fungsi pokok kawasan secara permanen, dan terjadinya kerusakan akuiver tanah,” tegasnya.

Seminar yang dilangsungkan selama dua hari ini dihadiri pula oleh ahli hukum pertambangan batubara dan konsultan pertambangan batubara yang telah lama berkecimpung menangani aspek-aspek hukum pertambangan batubara. (sha/ibm)


Source: Dirjen PU
Penuntasan RTRW Pengaruhi Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara Penuntasan RTRW Pengaruhi Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara Reviewed by Endi on 7/05/2010 Rating: 5

1 comment:

  1. daftar trainning http://informasi-dagang.blogspot.com/2011/07/1st-intensive-coal-and-mining-workshop.html

    ReplyDelete

Powered by Blogger.